IDNtribune.com, Washington, D.C – Sejumlah hakim federal yang diangkat oleh mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dilaporkan memberikan putusan yang justru menentang kebijakan pemerintahan Trump.
Fenomena ini menunjukkan adanya ketegangan antara lembaga eksekutif dan yudikatif di bawah kepemimpinan Trump, meskipun sebagian besar hakim tersebut berasal dari pilihan politiknya sendiri.
Trump, melalui akun Truth Social, mengungkapkan kekecewaannya terhadap para hakim pilihannya setelah Hakim Karin Immergut, yang ia angkat pada masa jabatan pertamanya, menolak upayanya untuk menempatkan pasukan Garda Nasional di Portland. Hakim tersebut menyebut langkah Trump “tidak berdasar” dan berpotensi menjerumuskan negara ke dalam bentuk pemerintahan militer yang inkonstitusional.
Kekecewaan serupa pernah disampaikan Trump sebelumnya terhadap kelompok konservatif Federalist Society, yang ia nilai memberikan “nasihat buruk” dalam proses nominasi hakim pada masa jabatan pertamanya.
Kritik itu muncul setelah seorang hakim pilihannya sendiri menolak kewenangannya untuk memberlakukan tarif tinggi terhadap sejumlah mitra dagang Amerika Serikat.
Meskipun Trump dan para pendukungnya kerap menyerang hakim yang diangkat oleh Partai Demokrat dengan sebutan “radikal” atau “aktivis liberal”, sejumlah hakim pilihannya sendiri kini juga menjadi penghalang terhadap berbagai kebijakan kontroversial pemerintahannya.
Juru bicara Gedung Putih, Abigail Jackson, dalam pernyataan kepada awak media menegaskan bahwa kebijakan pemerintahan Trump telah berkali-kali dibenarkan oleh Mahkamah Agung, meskipun sering digugat oleh hakim-hakim di tingkat bawah. Ia menuding keputusan-keputusan yang tidak menguntungkan pemerintah berasal dari “hakim liberal yang bertindak melampaui kewenangannya.”
Namun, sejumlah hakim yang diangkat oleh Trump justru memberikan kritik keras terhadap pola hubungan eksekutif dengan lembaga yudikatif. Hakim Distrik AS Thomas Cullen, misalnya, menilai bahwa serangan verbal pemerintah terhadap hakim yang mengeluarkan putusan tidak sejalan dengan prinsip dasar konstitusi Amerika Serikat. Ia menyebut kampanye semacam itu sebagai “tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan disayangkan.”
Beberapa kasus penting menunjukkan sikap independen para hakim tersebut. Hakim Tim Kelly di Washington, D.C., menolak deportasi anak-anak asal Guatemala yang dilakukan secara mendadak oleh pemerintah, menyebut alasan yang diajukan “runtuh seperti rumah kartu.” Hakim Trevor McFadden menilai pengusiran Associated Press dari acara Gedung Putih sebagai tindakan inkonstitusional.
Dalam kasus ekonomi, Hakim Timothy Reif dari U.S. Court of International Trade menolak wewenang Trump untuk memberlakukan tarif sepihak terhadap negara mitra dagang, karena hal tersebut termasuk dalam kewenangan legislatif.
Selain itu, sejumlah hakim pilihan Trump juga menolak kebijakan deportasi massal warga Venezuela dengan menggunakan Alien Enemies Act, serta menentang kebijakan wajib tahanan terhadap imigran yang menunggu proses deportasi.
Sementara itu, Hakim Dabney Friedrich dan Mary McElroy juga menolak beberapa kebijakan administrasi Trump terkait pemotongan dana untuk program tunawisma dan kesehatan masyarakat, serta penyalahgunaan dana bantuan bencana sebagai bentuk tekanan politik terhadap negara bagian oposisi.
Putusan-putusan tersebut menunjukkan bahwa meskipun Trump berhasil menempatkan banyak hakim konservatif selama masa jabatannya, tidak semua dari mereka berpihak kepadanya. Sebaliknya, banyak yang tetap menjunjung tinggi independensi peradilan serta prinsip pemisahan kekuasaan antara cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif — prinsip dasar yang menjadi fondasi sistem pemerintahan Amerika Serikat.