IDNtribune.com – Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab mengungkap penyebab dari cuaca panas yang akhir-akhir ini melanda beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Menurutnya, ada tiga faktor yang menyebabkan gelombang panas terjadi di negara seperti Vietnam atau Filipina. Pertama adalah gerakan semu matahari pada akhir April dan awal Mei yang ada di atas lintang 10 derajat Lintang Utara yang bertepatan dengan wilayah-wilayah Asia Tenggara daratan.

Lalu, faktor kedua adalah anomali iklim El Nino 2023/2024. Fachri mengatakan wilayah Asia Tenggara daratan akan mengalami anomali suhu hingga mencapai 2 derajat di atas normal saat terjadi El Nino.

Faktor ketiga adalah pengaruh pemanasan global yang mengakibatkan suhu terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian, tiga faktor tersebut menyebabkan suhu udara pada April-Mei ini menjadi sangat ekstrem.

Suhu Panas di RI Bukan karena Heatwave

Sementara itu, cuaca panas di Indonesia bukanlah termasuk gelombang panas. Menurut Kepala BMKG Dwikorita, cuaca di Indonesia termasuk suhu pada umumnya.

“Memang betul, saat ini gelombang panas sedang melanda berbagai negara Asia, seperti Thailand dengan suhu maksimum mencapai 52°C. Kamboja, dengan suhu udara mencapai level tertinggi dalam 170 tahun terakhir, yaitu 43°C pada minggu ini,” ujarnya.

Dwikorita menjelaskan, naiknya gerakan udara di Indonesia disebabkan oleh kondisi maritim sekitar laut Indonesia yang hangat dan topografi pegunungan. Hal tersebut menyebabkan adanya kenaikan suhu secara ekstrem.

Kenaikan suhu atau fenomena buffer tersebut disertai dengan banyak hujan yang datang secara periodik. Sehingga, hal ini menyebabkan tidak terjadinya gelombang panas ekstrem di wilayah Indonesia.

Ia juga menyebut suhu panas yang terjadi di Indonesia bisa juga karena pemanasan permukaan. Pemanasan ini terjadi akibat berkurangnya pembentukan awan dan berkurangnya curah hujan.

Oleh karena itu, Dwikorita menegaskan kepada masyarakat bahwa gerah yang dirasakan bukan dampak dari heatwave. Indonesia sedang berada di periode peralihan musim hujan ke kemarau.

“Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari,” terangnya.

Jika masyarakat masih merasakan gerah pada malam hari, Dwikorita menjelaskan hal itu diakibatkan langit masih tertutup awan dengan suhu udara serta kelembaban yang tinggi. Suhu udara bisa kemudian menurun jika datang hujan.

8% Wilayah RI Sudah Masuk Musim Kemarau

Deputi Bidang Klimatologi, Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan bahwa 8% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau pada awal Mei 2024. Wilayah tersebut antara lain sebagian Aceh, sebagian Sumatera Utara, Riau bagian utara, sekitar Pangandaran Jawa Barat, sebagian Sulawesi Tengah dan sebagian Maluku Utara.

Sementara itu, beberapa wilayah yang masih menyambut musim kemarau untuk di masa sebulan ke depan yakni sebagian Nusa Tenggara, sebagian pulau Jawa, sebagian pulau Sumatera, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Maluku, serta Papua bagian timur dan selatan.

“Meskipun demikian, sekitar 76 % wilayah Indonesia lainnya (530 ZOM) masih berada pada periode musim hujan,” kata dia.***