IDhttp://idntribune.comNtribune.comPresiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya turun tangan menangani ketegangan yang timbul akibat pengintaian terhadap Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, oleh anggota Densus 88 Polri serta kedatangan rombongan Brimob ke kantor Kejaksaan Agung.

Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa dirinya telah memanggil Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk meminta klarifikasi terkait insiden tersebut.

“Sudah saya panggil tadi,” kata Jokowi usai menghadiri acara Inaugurasi Kepengurusan GP Ansor di Istora Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024).

Namun, Jokowi tidak menjelaskan hasil pertemuan tersebut dan meminta awak media untuk menanyakan langsung kepada Kapolri yang berada di sampingnya. “Tanyakan langsung ke Kapolri. Tanyakan ke Kapolri langsung,” ujarnya. Kapolri hanya tersenyum saat ditunjuk oleh Jokowi tersebut.

Kapolri kemudian menyatakan bahwa tidak ada masalah antara Polri dengan Kejaksaan Agung. “Intinya tidak ada apa-apa,” kata Listyo.

Reaksi Publik dan Pengamat

Publik sebelumnya dikejutkan oleh aksi pengintaian anggota Densus 88 terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah. Aksi ini berujung pada intimidasi anggota Polri terhadap institusi Kejaksaan Agung.

Pengamat keamanan dari Centre for Strategic and International Studies, Nicky Fahrizal, menyatakan bahwa jika benar ada anggota Densus 88 mengintai Jampidsus, hal itu merupakan pelanggaran terhadap UU No. 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Densus 88 seharusnya hanya menangani urusan yang berkaitan dengan terorisme dan kontra-terorisme, bukan menguntit aparat hukum.

“Dilihat dari aspek hukum, Densus 88 tidak bisa dikerahkan untuk urusan lain, kecuali berkaitan dengan terorisme dan kontra-terorisme. Kalau ada kasus yang berhubungan dengan spionase atau kegiatan memata-matai, sudah tentu ini pelanggaran terhadap UU tersebut,” kata Nicky.

Menurutnya, tindakan ini bisa merusak reputasi Densus 88 dan mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut. Selama ini, Densus 88 dipercaya untuk menanggulangi aksi teror, kontraradikalisasi, dan kontra-terorisme.

Kontroversi Pengintaian dan Dugaan Motif

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menduga bahwa pengintaian tersebut erat kaitannya dengan kasus tambang timah. Dia menilai, anggota Densus 88 mustahil bergerak sendiri tanpa perintah dari atasan. Sugeng menduga ada adu sikut antara dua lembaga penegak hukum ini karena Kejaksaan Agung mengambil alih penanganan kasus korupsi tambang yang awalnya akan ditangani oleh aparat kepolisian.

Sugeng menyebut bahwa biasanya pengintaian oleh Densus 88 berujung pada dugaan pidana terorisme, sehingga pengintaian terhadap Jampidsus menimbulkan pertanyaan besar. Menurutnya, konflik ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara aparat penegak hukum di Indonesia, yang seharusnya bekerja sama dalam menjalankan tugas mereka.

Implikasi Hukum dan Institusional

Dilibatkannya polisi militer untuk mengawal Jampidsus Kejaksaan Agung bisa memperumit situasi karena yurisdiksi yang berbeda. Polisi militer seharusnya dilibatkan untuk penegakan hukum pidana militer atau kedisiplinan militer. Kejaksaan, sebagai bagian dari penegakan hukum sipil, seharusnya dikawal oleh kepolisian. Jika dibiarkan, ini bisa menyebabkan kebingungan dan bahaya di masa depan, menurut Nicky.

Sugeng juga menegaskan bahwa jika pengintaian itu berkaitan dengan kepentingan politik, maka tindakan tersebut bisa melanggar mandat UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Konflik ini, jika tidak segera diselesaikan, bisa menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.