IDNtribune.com – Rupiah terus mengalami pelemahan hingga mencapai level Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa risiko dari pelemahan ini dapat diatasi dengan baik oleh perbankan.

Menurut data Bloomberg pada Jumat (19/4/2024) pukul 09.03 WIB, rupiah dibuka melemah sebesar 0,52% menjadi Rp16.263 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS menguat hingga mencapai level 106,32.

Rupiah telah mengalami tren pelemahan sejak awal tahun ini. Pada perdagangan awal tahun, tepatnya pada tanggal 2 Januari 2024, nilai tukar rupiah masih berada di level Rp15.390.

Jika dilihat dari sejarah, rupiah pernah mencapai level di atas Rp16.000 pada 3 April 2020, ketika nilai tukarnya mencapai Rp16.300 per dolar AS.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah terjadi seiring dengan penguatan dolar AS. Penguatan ini terjadi tidak hanya terhadap rupiah, tetapi juga terhadap mata uang lainnya di seluruh dunia, seperti yang tercermin dari Dollar Index yang terus meningkat sejak akhir Maret 2024.

Beberapa faktor yang mempengaruhi penguatan dolar AS antara lain kebijakan suku bunga yang tetap tinggi di Amerika Serikat, meskipun inflasi masih jauh dari target 2%. Federal Reserve (The Fed) juga telah menyatakan bahwa mereka tidak akan terburu-buru menurunkan suku bunga, dan akan terus memantau data ekonomi ke depannya.

Selain itu, meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya setelah konflik antara Iran dan Israel, juga meningkatkan kekhawatiran akan perang yang lebih luas. Hal ini dapat mempengaruhi ekonomi global, terutama melalui kenaikan harga komoditas energi dan biaya logistik.

Meskipun demikian, OJK menegaskan bahwa risiko yang dihadapi oleh industri perbankan nasional akibat penguatan dolar AS dapat dikelola dengan baik. Hasil uji ketahanan yang dilakukan OJK menunjukkan bahwa pelemahan rupiah saat ini tidak berdampak signifikan pada permodalan bank.

Alasan utamanya adalah posisi devisa neto (PDN) perbankan Indonesia masih berada di bawah threshold yang ditetapkan. Selain itu, bantalan modal perbankan dinilai masih cukup besar, dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang tinggi untuk menyerap fluktuasi nilai tukar rupiah dan suku bunga yang masih tinggi.

OJK juga mencatat bahwa sebagian besar dana pihak ketiga (DPK) dalam bentuk valas masih memiliki potensi pertumbuhan yang baik secara tahunan (year on year/yoy).

Dian juga menyatakan bahwa pelemahan rupiah dapat memberikan dampak positif terhadap ekspor komoditas dan memicu penggunaan komponen dalam negeri dalam proses produksi.

Meskipun demikian, OJK tetap melakukan pengawasan secara rutin terhadap perbankan dan meminta bank untuk selalu memantau potensi dampak dari dinamika ekonomi global dan domestik serta mengambil langkah-langkah mitigasi yang diperlukan. Kolaborasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga terus dilakukan untuk memastikan kestabilan sistem keuangan secara keseluruhan. ***