Oleh: Gunadi Karjono B.Com., M.Com*

Musuh utama dalam kehidupan sehari-hari, baik bagi masyarakat umum maupun prajurit TNI, adalah sikap apatis terhadap ancaman kesehatan lingkungan. Kita sering kali menganggap remeh nyamuk, padahal mereka adalah salah satu makhluk yang paling mematikan di dunia. Menurut data, nyamuk menelan lebih banyak korban jiwa daripada perang. Penyakit-penyakit seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) dan malaria yang ditularkan oleh nyamuk tetap menjadi momok yang menghantui banyak wilayah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah terpencil yang menjadi fokus operasi militer TNI.

Apatisme kita terhadap ancaman nyamuk dan dampaknya perlu segera diatasi dengan perubahan gaya hidup yang lebih sehat. Sebagaimana pernah ditegaskan oleh Alm. Kol. CKM (Purn) dr. Ahmad Yurianto kepada prajurit TNI, “Sehat adalah sebuah pilihan.” Pilihan itu datang melalui kesadaran menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, serta pengendalian vektor penyakit dengan langkah-langkah yang tepat.

Memahami Perilaku Nyamuk: Kunci Pengendalian yang Efektif

Nyamuk tidak menggigit manusia karena iseng. Mereka memerlukan protein dari darah untuk berkembang biak. Menariknya, hanya nyamuk betina yang menggigit karena kebutuhan tersebut. Dengan sistem sensor kompleks, nyamuk dapat mendeteksi panas tubuh, karbon dioksida yang dihembuskan manusia, hingga bau kulit. Ketika mengetahui mekanisme ini, kita bisa lebih memahami cara efektif untuk menghindari gigitan nyamuk dan mengurangi risiko terpapar penyakit.

Ada dua spesies nyamuk yang menjadi penyebab utama DBD dan malaria, yaitu Aedes aegypti dan Anopheles. Nyamuk Aedes aegypti lebih sering ditemukan di perkotaan dan cenderung berkembang biak di air bersih, sedangkan Anopheles lebih sering muncul di daerah pedesaan atau hutan dengan air yang terpapar sinar matahari.

Nyamuk Aedes aegypti dikenal aktif menggigit pada pagi dan sore hari, sementara Anopheles menggigit pada malam hari. Dalam konteks militer, mengenali waktu aktivitas nyamuk ini sangat penting, terutama saat prajurit sedang berada di daerah operasi.

Pengendalian Vektor Nyamuk: Lebih dari Sekadar Fogging

Salah satu metode pengendalian nyamuk yang paling umum digunakan adalah fogging. Kita mungkin sering melihat petugas menyemprotkan asap insektisida di lingkungan permukiman. Namun, penting untuk diingat bahwa fogging hanya bersifat sementara jika tidak diiringi dengan upaya perubahan gaya hidup yang bersih dan sehat. Nyamuk akan terus berkembang biak jika kita tidak menghilangkan tempat-tempat yang potensial menjadi sarang mereka.

Mekanisme fogging sendiri memang ampuh dalam membunuh nyamuk dewasa, tetapi tidak berdampak langsung pada telur atau larva nyamuk yang tersembunyi di genangan air. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pendekatan yang lebih holistik dalam pengendalian nyamuk, yang mencakup tindakan preventif dan penanganan jangka panjang.

Kampanye 3M Plus: Mengajak Masyarakat Terlibat Aktif

Upaya pengendalian DBD dan malaria di tingkat masyarakat dikenal dengan gerakan 3M Plus, yaitu Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang barang-barang yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk. Selain itu, gerakan ini juga melibatkan pengawasan berkala terhadap tempat-tempat yang potensial menjadi sarang nyamuk, seperti kolam, pot bunga, dan tempat penampungan air lainnya.

Gerakan 3M Plus harus dilakukan secara konsisten, terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap wabah DBD. Peran Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang aktif memeriksa lingkungan sekitar secara berkala sangat penting untuk mencegah berkembangnya jentik-jentik nyamuk.

Dalam konteks prajurit TNI yang berada di daerah operasi, penerapan gaya hidup bersih ini sangat relevan. Misalnya, menjaga kebersihan barak atau tempat tinggal dengan menguras tempat-tempat penampungan air, menutup barang-barang yang tidak digunakan, serta memastikan tidak ada genangan air yang bisa menjadi sarang nyamuk.

Mekanisasi dan Pengendalian Biologis

Selain pengendalian lingkungan melalui 3M Plus, ada metode lain yang dapat dilakukan untuk mencegah gigitan nyamuk, yaitu melalui mekanisasi. Contoh sederhana adalah memasang kawat kasa pada jendela rumah atau barak prajurit untuk mencegah nyamuk masuk. Penggunaan kelambu saat tidur juga menjadi salah satu cara efektif menghindari gigitan nyamuk, terutama di daerah-daerah endemis malaria.

Di sisi lain, pengendalian biologis juga dapat menjadi solusi jangka panjang. Misalnya, dengan memelihara ikan pemakan jentik seperti ikan cupang di tempat-tempat air yang tidak bisa dikuras, atau dengan memanfaatkan empang di sekitar pos atau barak militer untuk budidaya ikan konsumsi. Selain membantu mengendalikan populasi nyamuk, budidaya ikan ini juga memiliki manfaat ekonomi dan gizi bagi prajurit TNI.

Tantangan Khusus Bagi Prajurit TNI

Bagi prajurit TNI, ancaman penyakit seperti DBD dan malaria bukanlah hal sepele. Dalam sejarah militer, penyakit yang ditularkan oleh serangga sering kali menjadi penyebab berkurangnya kekuatan tempur lebih besar daripada korban pertempuran langsung. Di berbagai belahan dunia, malaria adalah salah satu penyakit yang paling menakutkan bagi pasukan militer yang bertugas di daerah tropis.

Penyakit ini tidak hanya menimbulkan dampak fisik, tetapi juga psikologis dan ekonomi yang signifikan. Gigitan nyamuk yang terinfeksi malaria dapat mengganggu efektivitas pasukan, mengurangi semangat juang, dan bahkan mengancam keselamatan misi.

Hal ini tentu menjadi perhatian serius bagi TNI yang sering bertugas di daerah-daerah rawan, termasuk wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar yang merupakan daerah endemis malaria. Prajurit yang tidak terbiasa dengan penyakit ini dapat dengan mudah tertular malaria saat bertugas di lapangan, dan berpotensi menyebarkan penyakit tersebut saat kembali ke homebase.

Untuk mengatasi hal ini, penting bagi TNI untuk menerapkan disiplin kesehatan yang ketat, termasuk pemakaian pakaian dinas lapangan (PDL) yang sudah dilengkapi dengan zat anti-nyamuk, penggunaan kelambu anti-nyamuk saat tidur, serta aplikasi lotion anti-nyamuk di area kulit yang terbuka. Dengan disiplin yang ketat, prajurit TNI dapat mengurangi risiko terpapar penyakit yang disebabkan oleh nyamuk dan menjaga kesehatan selama bertugas.

Kesimpulan: Perang Melawan Nyamuk adalah Tanggung Jawab Bersama

Nyamuk mungkin tampak sebagai musuh kecil, tetapi dampaknya sangat besar. Baik masyarakat umum maupun prajurit TNI harus menyadari bahwa pengendalian nyamuk memerlukan upaya bersama, disiplin, dan perubahan gaya hidup. Kampanye 3M Plus, mekanisasi, serta pengendalian biologis adalah bagian dari solusi jangka panjang untuk mencegah penyebaran penyakit berbahaya seperti DBD dan malaria.

Di sisi lain, kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan harus ditanamkan sejak dini. Tidak hanya di masyarakat, tetapi juga di lingkungan militer. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat, lebih aman, dan bebas dari ancaman nyamuk.

Pada akhirnya, pilihan ada di tangan kita. Seperti yang diingatkan oleh Alm. Kol. CKM (Purn) dr. Ahmad Yurianto, “Sehat adalah sebuah pilihan.” Mari kita bersama-sama memilih untuk hidup sehat dan bebas dari ancaman nyamuk.

Penulis adalah Spesialis Pengendalian Vector Penyakit, Inventor Cairan Anti Nyamuk untuk PDL TNI, Pengurus dan Anggota Asosiasi Perusahaan Pembasmi Hama Indonesia, serta Mitra Kerja Pusat Kesehatan TNI AD dan Perbekalan Umum TNI