Ada yang Sebut Menwa Militeristik, Anggotanya Sebut ‘No Way’
Sejak 2020, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merencanakan pencanangan pendidikan militer melalui program bela negara bagi mahasiswa.
Disebutkan program tersebut dianggap menyelaraskan program Kemendikbud dengan program Kampus Merdeka. Meskipun belum diluncurkan, program tersebut dianggap dapat membentuk karakter nasionalisme pemuda Indonesia.
Pendidikan militer tersebut masuk ke dalam program bela negara yang dicanangkan Kemenhan, untuk dilaksanakan di kampus dan menjadi salah satu mata kuliah pilihan yang dapat diambil mahasiswa.
Pendidikan militer ini nilainya dimasukkan ke dalam Satuan Kredit Semester (SKS) yang diambil.
Sontak, rencana itu menuai pro kontra. Ada yang menganggap program tersebut hanya untuk memiliterisasi warga sipil.
Bahkan peneliti imparsial, Hussein Ahmad mengatakan, pembentukan karakter yang disiplin dan nasionalisme tidak harus dilakukan dengan cara militeristik. Jika hal tersebut berdalih menekan paham radikalisme, rasanya sudah banyak upaya dari pemerintah kampus untuk membersihkan lingkungan mereka dari paham radikalisme.
Sesat Pikir soal Menwa
Di kalangan akademisi pun pro kontranya mencuat. Sasaran tembak pertamanya adalah Resimen Mahasiswa yang sejak 1959 sudah menjadi salah satu komponen cadangan pertahanan negara. Para akademisi itu menilai bahwa unit kegiatan mahasiswa ini menumbuhsuburkan militerisme. Ada yang bilang bahwa mereka adalah perpanjangan militer di dalam kampus. Seragam mereka yang menyerupai militer, lalu sikap dan perilaku mereka yang tegas dan disiplin dianggap militeristik.
Sesat pikir itu tentu saja harus diluruskan. Adalah hal lucu bila saja itu diaminkan oleh semua orang. Ambil contoh kecil; Apakah para aparatur sipil negara yang bekerja di institusi Kepolisian maupun TNI dianggap yang harus berperilaku tegas dan disiplin juga memakai seragam tertentu dianggap militeristik?! Tentu saja tidak!
“Yang sial lagi, ada yang menyebutnya sebagai paramilitary atau paramiliter. Ini jelas-jelas ‘ngaco’,” tukas Berni, mantan Komandan Satuan Resimen Mahasiswa Universitas Moestopo (Beragama).
Ia menilai, Menwa adalah kekuatan sipil terlatih. Mereka dipersiapkan sebagai salah satu komponen cadangan pertahanan negara.
“Bukankah sesuai undang-undang setiap warga negara mempunyai kewajiban bela negara?!,” sambung dia.
Aksi Menwa Super Positif
Tentu saja, sesuai sesanti ‘Widya Castrena Dharma Siddha’, penyempurnaan pengabdian dengan ilmu pengetahuan dan ilmu keprajuritan, maka apa yang dilakukan Menwa adalah hal super positif.
Pemantapan wawasan kebangsaan, peningkatan pemahaman bela negara, pengenalan senjata, taktik tempur, survival,beladiri militer, senam militer, penyamaran, navigasi darat dan sebagainya adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang harus dikenali oleh para anggota Menwa. Itu menumbuhkan sikap disiplin, tanggung jawab, menumbuhkan jiwa patriotisme dan nasionalisme.
“Lalu di mana hal yang salah dari semua itu?” tanya Berni.
“Sebagai alumni, saya merasa benar betapa luar biasanya pendidikan Menwa buat membentuk karakter dan kepribadian saya saat ini. Kepada yang masih aktif, saya meminta untuk terus meningkatkan sumber daya manusianya,” tambah Yusup, SP, Ketua Fraksi Toraranga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Parigi Moutong, Sulawesi Tengah di lain kesempatan.
Mantan anggota Resimen Mahasiswa Batalyon 251 Wiratama Universitas Tadulako berharap, kala aktif di kampus menjadi teladan, di tengah masyarakat menjadi panutan.
Wakil Rektor III Universitas Tadulako, Dr. Ir. Sagaf, MP pun berpendapat serupa. Ia menyebut, bahwa anggota Menwa itu punya kelebihan khusus dalam soal potensi akademik dan disiplin diri.
“Jadi di mana negatifnya? Maka adalah hal lucu bila Menwa terus-terusan dirundung dengan label militeristik dan lain-lain, Menwa militeristik? No Way,” imbuh Berni kemudian. ***
Leave a Reply