IDNtribune.com – Persidangan kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (5/6/24), berubah menjadi tempat pengaduan. Seorang pengusaha travel yang dihadirkan sebagai saksi mengaku belum dibayar oleh Kementerian Pertanian (Kementan) untuk biaya tiket pesawat perjalanan dinas SYL dan rombongannya, yang mencapai Rp 1 miliar.

Saksi tersebut adalah pemilik Suita Travel, Harly Lafian.

“Itu biayanya berapa yang saudara ingat kalau ke Spanyol?” tanya Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh, kepada Harly.

“Itu sekitar sampai 1 miliar,” jawab Harly.

“Itu belum dibayar sama sekali?” tanya Hakim Pontoh lagi.

“Belum. Sama sekali belum dibayar,” kata Harly.

Harly mengaku telah berupaya menagih melalui surat yang ditujukan kepada Kementerian Pertanian, tetapi tidak ada tanggapan. Selain surat, penagihan juga dilakukan melalui pesan WhatsApp kepada pejabat Kementan, namun hasilnya nihil.

“Kebanyakan orang yang saya hubungi tidak menerima WA kami lagi. Sepertinya putus hubungan,” ujar Harly.

Perjalanan dinas ke Spanyol dilakukan pada September 2023. Saat itu, SYL didampingi istrinya, Ayun Sri Harahap, dan pejabat Eselon I Kementan.

“Kalau terakhir setahu saya cuma ibu saja sama para Dirjen kalau tidak salah,” katanya.

Karena tidak mendapat kepastian pembayaran sejak 2023, Harly meminta bantuan Majelis Hakim. Hakim Ketua pun mengimbau pejabat aktif Kementan untuk segera melunasi utang perjalanan dinas tersebut.

“Saudara kan dirugikan ini. Sementara ini perjalanan dinas,” kata Hakim Pontoh.

“Iya, kami mohon Yang Mulia juga bantu,” ujar Harly sembari tertawa.

“Karena saya hanya bisa secara moral menyampaikan bahwa negara jangan sampai seperti itu. Ini pelaku usaha, ini Pak Sekjennya juga ada, mungkin didengar oleh Sekjen yang baru, atau pelaksana tugas, tolong diselesaikanlah,” kata Hakim Pontoh.

Kesaksian Harly diberikan terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Mentan SYL sebagai terdakwa. Dalam kasus ini, jaksa KPK mendakwa SYL menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar selama periode 2020 hingga 2023. Uang tersebut dikumpulkan dari pejabat Eselon I di Kementan dan digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.

Pengeluaran terbesar dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri, dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, dengan nilai mencapai Rp 16,6 miliar. Uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan terdakwa.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan beberapa dakwaan terkait tindak pidana korupsi.

Thita Menangis

Tangis Anggota DPR Fraksi Nasdem, Indira Chunda Thita, pecah saat bersaksi di persidangan kasus ayahnya, mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Suara Thita mulai bergetar ketika Majelis Hakim mengkonfirmasi barang bukti berupa tabel yang berisi daftar pembelian barang-barang untuk SYL dan keluarganya, termasuk tas wanita.

“Benar saudara membeli tas itu? Tapi saudara tidak tahu siapa yang bayar? Itu maksudnya?” tanya Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh.

“Saya tidak ada tas,” bantah Thita.

Hakim Ketua kemudian mengulang pertanyaannya untuk memastikan. Thita menjawab dengan nada merajuk.

“Jadi saudara membeli tas bayar sendiri atau dibayarkan orang?” tanya Hakim Pontoh.

“Tidak ada tas, Yang Mulia,” ujar Thita dengan nada merajuk.

Konfirmasi kemudian berlanjut ke pembelian anting dan sepatu senilai Rp 26 juta. Thita kembali membantah, dan suaranya mulai bergetar.

“Lho ini tertulis ini tas Ibu Thita coba. Beli anting dan sepatu coba 26 juta,” ujar Hakim Pontoh sembari membaca tabel yang ditampilkan melalui layar proyektor di persidangan.

“Saya tidak,” kata Thita dengan suara bergetar hingga sempat berhenti sejenak. “Tidak ada pak jaksa,” katanya.

Majelis Hakim juga mengkonfirmasi soal tawaran bantuan dari pejabat Kementan, yang kembali dibantah oleh Thita, termasuk pembayaran terapi stem cell senilai Rp 200 juta.

“Kalau saudara merasa dari orang-orang yang namanya saya sebutkan tadi, Bambang Pamuji yang menyatakan saudara ada permintaan untuk pembayaran terapi stem cell anak SYL, Thita sebesar 200 juta,” kata Hakim Pontoh.

“Saya tidak pernah stem cell, Yang Mulia. Saya belum perlu stem cell,” kata Thita, kembali membantah.

Hakim kemudian menantang Thita untuk melaporkan saksi-saksi yang memberikan keterangan tersebut jika merasa nama baiknya dicemarkan.

“Apakah saudara tidak ada niat melapor orang-orang ini? Saudara punya hak untuk melapor kalau saudara merasa nama saudara dicemar. Apakah saudara punya niat untuk melapor orang-orang ini supaya jelas semua?” tanya Hakim Pontoh.

Namun, Thita justru menangis di persidangan, sampai harus diberikan tisu oleh tim penasihat hukum ayahnya. Hakim Ketua kemudian menasihati bahwa tangisan tidak akan mengubah fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan.

“Tidak perlu saudara menangis. Ini sudah terjadi, terbuka untuk umum, dan itulah faktanya. Penuntut umum menghadirkan saudara karena nama saudara disebut oleh para saksi. Semua. Hampir semua saksi. Dan tercatat seperti ini, yang tadi tabel-tabel diperlihatkan penuntut umum,” ujar Hakim Pontoh.