Tangerang, IDNtribune.com – Bila busana perempuan Muslim seringkali diasosiasikan dengan gamis atau abaya, maka laki-laki muslim identik dengan baju koko.

Dalam berbagai kesempatan keagamaan, para pria Muslim di Indonesia memilih baju koko sebagai pilihan pakaian utama. Baik itu saat melaksanakan salat Jumat, menghadiri syukuran, mengikuti pengajian, hingga merayakan Idul Fitri.

Baju Koko telah menjadi pakaian pokok, nyaris mirip dengan pakaian tradisional yang berasal dari Tiongkok. Kapan tepatnya baju koko memantapkan posisinya sebagai simbol pakaian muslim?

Berbagai narasi sejarah melingkupi evolusi baju koko. Sejarawan JJ Rizal, mengemukakan akarnya adalah tui-khim, yang awalnya dipakai sebagai pakaian sehari-hari oleh pria Tionghoa (Harian Kompas, 4 September 2010).

Dahulu kala, orang Tionghoa memadukan tui-khim dengan celana yang diberi sol atau komprang. Di kalangan masyarakat Betawi, budayawan David Kwa mencatat bahwa tui-khim juga dikenal sebagai baju tikim, karena sangat mirip dengan baju koko.

Awal abad ke-20 menandai pergeseran seiring dengan berdirinya Masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda yang menyebabkan ditinggalkannya kemeja tui-khim dan celana kompreng secara bertahap. Laki-laki Tionghoa mulai menggunakan pakaian Belanda, menurunkan pakaian tradisional ke kelas menengah ke bawah.

Menurut Sejarawan Betawi Yahya Andi Saputra, preferensi pakaian ala Eropa di kalangan masyarakat Tionghoa membuat baju koko banyak diabaikan, kecuali sebagian kalangan menengah ke bawah yang tetap memakainya. Namun seiring berjalannya waktu, kemeja Koko mendapatkan makna baru karena diadopsi sebagai pakaian Muslim, sering kali lebih disukai dengan warna putih atau warna cerah lainnya.

Narasi alternatif menunjukkan bahwa silsilah baju ini berasal dari pakaian tradisional Jawa, khususnya Surjan.

Pakaian yang dipercaya sebagai cikal bakal baju koko di nusantara ini, namanya diambil dari kata “Su” dan “ja” yang berarti panjangnya genap di bagian depan dan belakang.

Surjan memiliki ciri-ciri yang sama dengan Koko, antara lain kerah tegak dan lengan panjang mirip pakaian Jawa. Legenda mengaitkan penciptaan pakaian ini dengan Sunan Kalijaga.

Awalnya berlengan pendek, Surjan kemudian dimodifikasi oleh Sunan Kalijaga menjadi versi yang lebih memanjang, disebut ‘kemeja takwa’, yang ditujukan terutama untuk acara keagamaan.

Namun perlu dicatat bahwa adaptasi ini tidak secara langsung berasal dari tradisi tuikhim, yang menunjukkan adanya pengaruh yang beragam terhadap evolusi baju muslim ini. ***